Gambling Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung

by

Saat itu 9 November 2014, belum genap sebulan setelah pelantikannya, Presiden Joko Widodo melakukan lawatan ke China. Berniat untuk melihat pelabuan dan pusat pembangkit listrik di Kota Tianjin, rombongan presiden menggunakan kereta cepat China Railway High-speed (CRH) dari Kota Beijing. Sepulang dari kunjungan itulah awal mula Sang Presiden kepingin Indonesia mempunyai kereta cepat, lebih-lebih setelah mendengar negara tetangga Singapura dan Malaysia mengumumkan bahwa mereka akan membangun kereta cepat dengan jalur Singapura-Kuala Lumpur sepanjang 340km. .

Namun sebenarnya, gagasan pembangunan kereta cepat di Indonesia sudah ada sejak jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat itu Jepang melalui JICA (Jepang International Cooperation Agency) sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang bantuan untuk negara-negara berkembang telah melakukan feasibility study.

Setelah itu proyek pembangunan kereta cepat diperebutkan antara Jepang dan China, Jepang merasa berhak atas pembangunan mega proyek tersebut karena sudah sejak jauh-jauh hari telah melakukan feasibility study, di samping itu teknologi Jepang di bidang kereta cepat adalah no.1 di dunia terutama dari segi safety. Namun akhirnya pemerintah melalui keputusan presiden menolak tawaran baik dari Jepang maupun China dengan alasan keduanya meminta keterlibatan pemerintah terutama dalam jaminan dengan uang APBN.

Hal pertama yang perlu disoroti dalam keputusan itu adalah sebenarnya bagaimana niat awal seorang Presiden ingin membangun kereta cepat sehingga keinginan itu menjadi anti klimaks setelah penolakan kedua proposal baik dari Jepang maupun China. Jika alasannya adalah tidak ingin menggunakan uang APBN kenapa tidak disampaikan dari awal? Sehingga persyaratan pelelangan menjadi jelas dan tidak ada yang dikecewakan. Atau niat pembangunan kereta cepat yang tercetus langsung dari seorang Presiden itu hanyalah iseng? keinginan yang muncul sesaat setelah merasakan menaiki kereta cepat di China ditambah dengan rasa gengsi karena negara tetangga juga berencana akan membangun kereta cepat. Penulis tidak tahu.

Namun bisa jadi penolakan kedua proposal baik dari Jepang maupun China tersebut merupakan strategi dari pemerintah untuk memuluskan China menjadi pemegang mega proyek tersebut, dengan menyingkirkan Jepang karena skema bisnis yang diajukan pemerintah tidak sesuai dengan regulasi pemerintahan di Jepang. Buktinya, setelah penolakan kedua proposal tersebut akhirnya China menyetujui skema yang diajukan pemerintah yaitu proyek dikerjakan tanpa menggunakan jaminan APBN, digantikan dengan modal pinjaman yang diberikan China Development Bank (ODB).

Akhirnya pada Hari Jumat 16 Oktober 2015 telah ditandatangani joint venture antara Konsorsium BUMN Indonesia dengan Konsorsium BUMN China. Konsorsium BUMN Indonesia terdiri dari PT KAI, PTPN VIII, PT Jasa Marga dan diketuai oleh PT. Wijaya Karya yang membentuk PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Pembangunan mega proyek senilai USD 5,5 Milyar atau sekitar 74 Trilyun rupiah tersebut 75% berasal dari pinjaman China Development Bank (ODP) dan sisanya 25% berasal dari patungan antara PSBI dan China Railway International Co. Ltd. Setelah proyek tersebut jadi pembagian porsinya 60% untuk PSBI dan 40% untuk China Railway International Co. Ltd.

Walaupun sejak awal pemerintah menyatakan tidak akan memberikan jaminan APBN pada mega proyek kereta cepat tersebut, akan tetapi melalui staf khususnya Kementrian BUMN menyatakan bahwa aset BUMN yang tergabung dalam konsorsium dijadikan jaminan, itu artinya pemerintah telah mememberikan aset BUMN konsorsium dijadikan jaminan menggantikan APBN.

Dengan kondisi berikut, kembali kepada niat awal pemerintah ingin membangun kereta cepat untuk apa? Dengan dana sebesar 74 Triliun rupiah dan aset BUMN menjadi jaminan, seharusnya niat pembangunan proyek ini bukan sekadar proyek "kepingin" tanpa didasari studi kelayakan yang jelas. Banyak pengamat yang sudah mengingatkan dan mengkritik mega proyek ini sejak pertama diwacanakan. salah satunya dari pengamat ketua INSTRANT (Institut Studi Transportasi) Pak Darmaningtyas menuliskan "Pemerintah tidak boleh melakukan hal-hal yang mubazir, tapi berdaya guna bagi warganya, terlebih mengingat masih banyak daerah lain mengalami defisit infrastruktur lantaran investor (asing maupun dalam negeri) tidak mau masuk ke sana. Jauh lebih efisien dan bijak bila pemerintah melakukan upgrade terhadap kondisi jaringan rel Jakarta – Bandung agar kecepatannya dapat ditingkatkan sehingga Jakarta – Bandung atau sebaliknya dapat ditempuh maksimal dua jam dari tiga jam perjalanan yang ada saat ini."

Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang akan dimulai awal tahun 2016 dan akan mulai dioperasikan pada awal tahun 2019 didasarkan pada feasibility study yang dilakukan oleh JICA yang memperkirakan penumpang kereta cepat Jakarta-Bandung akan mencapai 44.000 penumpang setiap hari, dengan harga tiket Rp 200.000,-/penumpang maka penerimaan per bulan Rp264 miliar, atau per tahun menjadi Rp3,17 triliun Sehingga dalam jangka 20 tahun sudah dapat melunasi hutang ODB.

Yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah penumpang kereta cepat pada tahun 2020 akan mencapai 44.000 per hari? Kondisi saat ini, terdapat 3 jalur yang menghubungkan Jakarta-Bandung, yaitu jalur kereta api, jalur darat dan jalur udara. Dari ketiga jalur tersebut yang paling banyak digunakan adalah jalur darat (melalui tol cipularang) menurut data Jasa Marga tahun 2014 mencapai 1.639.435 penumpang, sedangkan yang menggunakan jalur kereta (Kereta Argo Parahyangan) menurut Dirut KAI hanya sebesar 6.000 penumpang yang berarti tidak mencapai 1% -nya, sedangkan penumpang dengan jalur udara sebanyak 7.500 penumpang menurut data Angkasa Pura II.

Jika diasumsikan semua penumpang jalur udara akan berpindah menggunakan kereta cepat berarti penumpang baru mencapai 13.500, dengan catatan jalur udara Jakarta-Bandung akan mati dan memupus ribuan tenaga kerja. Sedangkan penumpang jalur darat yang menggunakan bis/travel akan serta merta pindah ke kereta cepat? Mengingat harga kereta cepat adalah 2x lipat harga tiket bis/travel Jakrta-Bandung. Maka angka 44.000 penumpang per hari kereta cepat Jakarta-Bandung menurut penulis adalah angka yang sangat ngawang-awang. Dan keberhasilan dari bisnis kereta cepat yang dijalankan konsorsium BUMN ini tergantung pada jumlah penumpang yang akan menggunakannya pada tahun 2020 mendatang, jika penumpang tidak sesuai target maka pembayaran hutang ke ODB pun tidak akan sesuai target, yang akan mengakibatkan aset konsorsium BUMN akan diambilalih oleh ODB. Semoga tidak.


Sumber data dan bahan bacaan :
JICA, Presentasi Studi Kelayakan Proyek Kereta API Cepat Jakarta Bandung Tahap I
http://tinyurl.com/nfxmz7k Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bagian 2 Kompas
http://tinyurl.com/ptjeago Konsorsium BUMN Danai 60 Proyek Kereta Cepat
http://tinyurl.com/ngfsp5p Sofyan Djalil Presiden Telah Ingatkan Soal Manajemen Risiko Kereta Cepat
http://tinyurl.com/nwtsweb Kereta Cepat KAI Targetka 30ribu Penumpang per Hari
http://tinyurl.com/pf8gg5s Kereta Cepat Jakarta-Bandung Laku Ngga Ya
http://tinyurl.com/qexp5jo Ini Awal Jokowi Kepincut Kereta Cepat
http://tinyurl.com/nfhc9ja Aset Perusahaan BUMN Konsorsium akan Disita Jika...
http://tinyurl.com/q3orrff Proyek Kereta Cepat RI-China Resmi Joint Venture Bentuk Perusahaan
http://tinyurl.com/ovmdldd Kereta Cepat di Luar Pulau Jawa
http://tinyurl.com/qevkmky Penumpang Melalui Bandara Husein Sastranegara Capai 10000 Orang per Hari