Puasa dan Puisi

by

Emha Ainun Nadjib pernah menguraikan tentang kehidupan puisi dalam sebuah tulisannya. Ia mencontoh dan mencontohkan kehidupan puisi dari sang guru, presiden malioboro yang telah menjalani laku hidup yang disebutnya sebagai kehidupan puisi. Saya memahami kehidupan puisi yang telah diuraikan tersebut sebagai puasa, hidup yang berpuasa sepanjang bulan dan tahun dari gemerlapnya dunia.

Puisi sendiri dalam beragam makna diartikan sebagai rasa dan suasana batin yang tercipta dalam bentuk kata-kata. Penyair mengekstrak batinnya menjadi serat halus kata-kata sehingga pembaca dapat merasakan dan tersuasana apa yang dibatin oleh penyair. Saya bukan ahli agama, tetapi saya pernah dengar ceramah bahwa puasa adalah penyembahan atau ibadah yang khusus hanya untuk allah. Puasa tak seperti sholat dan zakat, yang ibadah tersebut menyangkut kebutuhan diri sendiri dan orang lain, tetapi puasa adalah ibadah khusus untuk allah. -Hadist nya diriwayatkan oleh Abu Hurairah-. Di sinilah puasa menyerupai puisi, puasa adalah suasana batin dan rasa yang didalamnya ada karsa yang ditujukan khusus hanya untuk sang pencipta.

Dahulu orang-orang "linuwih", empu dan para raja sudah melakukan puasa jauh sebelum ada bulan puasa, tentu saja tujuannya untuk berkomunikasi secara langsung dengan sang pencipta, karena sang pencipta yang maha suci dan maha halus tidak dapat di"sapa" dengan kekotoran duniawi. Sama hal-nya ketika kita membaca puisi yang tidak berasal dari batin dan keutuhan rasa, walaupun puisi tersebut tersusun dengan kata-kata dan rima yang apik, puisi tersebut akan sulit untuk dipahami dan masuk ke rasa. Dunia puisi adalah dunia batin dan suasana rasa, begitu pula dengan puasa.

Konon presiden ke-2 RI, Soeharto, sebelum menjadi jendral dan muncul sebagai presiden terkuat yang bertahta 32 tahun, ia telah melakukan laku prihatin yang salah satunya adalah puasa daud yang ia jalani selama bertahun -tahun. Berpuasa dan berpuisi sama-sama mempunyai makna mengasingkan diri. Sebuah karya puisi yang indah ditulis oleh penyair yang merenung dan menyepi sehingga ia bisa melihat "kahanan", begitu juga dengan berpuasa. Orang yang benar-benar berpuasa (atau semadi) akan melihat "kasunyatan".

Akhirnya saya memahami bahwa kehidupan puisi yang diuraikan oleh Emha Ainun Nadjib adalah kehidupan puasa. Saya menerka bahwa orang-orang beriman diperintahkan langsung oleh allah untuk berpuasa selama sebulan penuh supaya mencapai kehidupan puisi, atau kehidupan puasa. Puasa pada bulan ramadhan adalah semudah-mudahnya puasa, karena dalam fiqih hanya tiga yang membatalkan puasa yakni makan, minum dan berhubungan badan, yang merupakan nafsu dasar manusia, sedangkan nafsu turunan-nya sangat banyak sekali. Oleh karena itu saya memahami, tidak ada yang dapat saya banggakan ketika bisa melewati bulan puasa ini dengan tidak makan dan minum sebulan penuh, karena puasa yang sesungguhnya adalah puasa dalam kehidupan sehingga mencapai kehidupan puisi.

Wallahu A'lam Bishawab

Cawang, 20 Juni 2015