Ingatan Saya tentang Mas Sigit Nursyam : Kenapa Mahasiswa Harus Berdemonstrasi

by

Di pertengahan tahun 2008, saat saya masih duduk di kelas 2 SMA, saya bertemu dengan salah seorang aktivis mahasiswa yang membuat saya berdecak kagum waktu itu. Dia adalah Sigit Nurysam, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNY periode 2008.

Entah bagaimana caranya, dia berhasil masuk ke sekolah dan memberikan sesi presentasi di kelas saya. Sesuatu yang sangat sulit dilakukan untuk sekarang ini, jangankan memberikan presentasi yang bersifat “provokasi”, alumni sekolah datang untuk mengajar ngaji saja banyak dicurigai.

Waktu itu Mas Sigit, membuka presentasi dengan pemaparan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi Indonesia. Mulai dari masalah korupsi, kedaulatan energi, dan masih banyak yang tidak bisa saya ingat. Dia juga memberikan pendidikan tentang korupsi, waktu itu dengan mengambil kasus proses pembuatan surat ijin mengemudi (SIM) dengan melempar pertanyaan, apakah lebih baik bersepeda motor tanpa mempunyai SIM atau bersepeda motor dengan SIM “nembak”. Dan dia telah berhasil membuat kami beradu argumen, ada yang pro dan kontra.

Namun, yang membuat saya ingin membikin tulisan ini bukanlah itu semua, melainkan cerita Mas Sigit yang menolak diajak makan malam di istana oleh Presiden SBY. Ya, memang berbeda dengan yang dilakukan beberapa Ketua BEM tempo hari yang memenuhi undangan makan malam Presiden Joko Widodo, tak lupa diakhiri dengan sesi foto bersama.

Dalam ceritanya, waktu itu Mas Sigit ditemui staff kepresidenan pada waktu melakukan demonstrasi diajak untuk masuk ke dalam istana duduk semeja dengan Presiden. Sebenarnya dia tidak menolak, tetapi untuk menerima tawaran masuk istana tersebut Mas Sigit mempunyai satu syarat, yaitu harus mengajak anak-anak gelandangan dan pengemis yang ada di sekitar istana waktu itu untuk ikut serta dengannya masuk istana. Dan tentu saja staff kepresidenan waktu itu tidak mengabulkannya, karena kaki gelandangan yang telanjang dan korengan akan mengotori karpet istana.

Dari cerita tersebut, terbayang bagaimana idealisme seorang mahasiswa seperti Mas Sigit. Untuk menginjak karpet istana, hatinya tak tega melihat di seberang sana para tuna wisma sedang tiduran di atas gelaran kardus bekas. Di luar idealisme, semua hal bisa mendapatkan pembenaran bahkan di dalam perjuangan.

Dalam sebuah wawancara, Pramoedya Ananta Toer pernah menuturkan bahwa tidak ada kekuatan dimiliki mahasiswa dalam mengkritisi pemerintahan kecuali aksi masa. Dan hal itu sudah dibuktikan oleh sejarah pergerakan mahasiswa mulai angkatan orde lama sampai reformasi.

Kenapa Mahasiswa harus berdemonstrasi?

Menjelang keruntuhannya tepat 17 tahun yang lalu, pada saat Soharto mengumpulkan para ulama dan tokoh bangsa, ia ditanya bagaimana pendapatnya tentang demonstrasi gerakan mahasiswa. Kala itu Soeharto menjawab, bahwa ia tak khawatir dengan mahasiswa, yang membuatnya menggigil takut adalah pada saat melihat rakyat yang mengamuk dengan menjarah toko dan membakar gedung-gedung.

Dengan penuturan Soeharto tersebut, menyimpulkan bahwa mahasiswa sendiri tidak ditakuti oleh penguasa. Tetapi apa yang dikhawatirkan oleh penguasa adalah mahasiswa bisa menjadi pemantik revolusi. Mahasiswa seperti korek api, yang tak mungkin bisa membakar rumah, tetapi ia bisa membakar sumbu bom masa rakyat yang menggetarkan penguasa.

Pada masa reformasi ini, di mana kran kebebasan berpendapat dibuka selebar-lebarnya, suara mahasiswa menjadi semakin lirih. Bahkan untuk demonstrasi saat ini sering dipandang sebelah mata justru oleh mahasiswa sendiri. Demonstrasi sering dianggap hanya memenuhi jalan raya, tidak akan mengubah keadaan. Hal itu sangat benar, saat ini demonstrasi tidak bisa mengubah keadaan, tetapi bukan berarti demonstrasi harus ditinggalkan. Demonstrasi adalah kebutuhan bagi mahasiswa itu sendiri, demonstrasi adalah olah raga yang menyehatkan idealisme. Dengan demonstrasi, mahasiswa dapat menziarahi sejarah masa lalu di mana dulu mahasiswa harus mengorbankan nyawa untuk mempertahankan idealismenya. Jadi demonstrasi bukan persoalan mengubah keadaan, demonstrasi adalah soal menjaga idealisme. Itu kenapa demonstrasi harus tetap dilakukan oleh mahasiswa.

Di akhir tulisan ini, saya iseng mencari nama Sigit Nursyam di google. Dan menemukan bahwa beliau saat ini telah menjadi anggota DPRD Kabupaten Bantul. Semoga idealisme yang beliau ceritakan kepada saya 7 tahun yang lalu masih dipegangnya erat-erat hingga sekarang.


Cawang, 21 Mei 2015