Hari Buruh #2 : Tani dan Masa Depan yang Terancam

by

Lambang palu-arit yang digunakan sebagai lambang komunisme pertama kali muncul pada saat Revolusi Bolshevik pada tahun 1917 yang dipimpin oleh Lenin. Di mana pada saat itu revolusi dijalankan oleh kaum buruh yang dilambangkan dengan palu, dan kaum petani yang dilambangkan dengan arit. Perjuangan kelas yang didengungkan oleh komunis ditujukan kepada buruh industri di kota dan buruh tani di desa-desa.

Dewasa ini kaum buruh di kota sudah mulai cerdas, mereka dibimbing untuk berorganisasi, sehingga menghasilkan banyak sekali organisasi serikat pekerja. Dari organisasi serikat pekerja tersebut, buruh mulai membentuk kekuatan untuk melindungi hak-haknya sendiri mulai dari tuntutan upah sampai pembelaan terhadap anggota yang terkena masalah dengan perusahaan.

Begitu ‘mapan’-nya kehidupan buruh saat ini, jika dibandingkan dengan kehidupan buruh tani yang ada di desa-desa. Namun sebelumnya, saya ingin menerka dulu siapa buruh tani, siapa petani dan siapa tuan tanah. Dulu perbedaan kelas yang terjadi di desa-desa adalah adanya tuan tanah dan buruh tani, tetapi apakah hal tersebut masih relevan saat ini. Sekali lagi saya hanya menerka, melihat kondisi di sekitar saya bahwa tuan tanah sudah hampir tidak ada peran lagi terhadap kesengsaraan kaum buruh tani. Di sistem kapitalisme ini, lagi-lagi uang yang menjadi primadona, maka tak sedikit dari tuan tanah –sebatas yang saya amati- banyak menjual aset mereka berupa tanah untuk membuka usaha baru, atau untuk keperluan yang besar. Kemudian lahan yang dijual tersebut oleh pemilik barunya dialih-fungsikan.

Kemudian hampir tidak ada perbedaan antara tuan tanah (petani) dan buruh tani, mereka sama-sama terjepit dengan kondisi harga pupuk yang mahal dan hasil panen yang murah. Di saat seperti itu, perusahaan-perusahaan retail mengendus ke desa-desa, mereka membeli hasil panen mereka sedikit lebih mahal dari harga di pasar. Lalu seperti yang kita ketahui produk-produk petani tersebut dijual dengan harga berlipat setelah dibungkus plastik, diberi label dan dijual di super market.

Tuan tanah yang sudah kehilangan daya, bersama para buruh tani, sekarang menghadapi persoalan yang lebih kompleks seperti itu. Belum lagi persoalan impor beras, impor tembakau, impor gula, dan lain-lain yang sangat mengancam hasil panen mereka. Siapa yang akan mengadvokasikan petani? Jika pemerintah justru ikut andil dalam menenggelamkan mereka dengan regulasi-regulasinya.
Dulu, para petani mempunyai koperasi untuk mengelola hasil panen mereka secara komunal, hal itu yang melindungi mereka dari para tengkulak, tetapi seperti yang kita ketahui sekarang di desa-desa KUD hanya tinggal plang yang sudah karatan, atau bahkan sudah tak ada jejaknya.

Itulah realita yang terjadi, ketimpangan kesejahteraan antara buruh pabrik dan buruh tani adalah fenomena bahwa kapitalisme telah merasuk sampai ke desa-desa dan berimbas pada petani. Anak seorang petani kini leih memilih bekerja sebagai buruh pabrik daripada melanjutkan profesi orang tuanya sebagai petani. Dengan menjadi buruh pabrik, ia bisa membanggakan seragam pabriknya, tidak repot-repot untuk berlumpur di sawah, dan mendapatkan penghasilan yang pasti setiap bulannya. Dengan penghasilan tersebut ia bisa mencicil sepeda motor dan menabung untuk mengawini pacarnya. Berbeda ketika ia memilih menjadi petani yang tak jelas hasil panennya, juga tak jelas bagaimana masa depannya.

Selain itu, fenomena di mana terjadi alih fungsi lahan pertanian untuk dijadikan area industri juga sangat mengkhawatirkan. Sudah banyak terjadi di berbagai daerah, untuk mewujudkan kota yang hijau sesuai slogan pemerintah, pabrik-pabrik dipaksa keluar dari kota, kemudian mereka merangsek ke desa-desa. Di desa-desa para ‘bos’ pabrik dengan mudah membeli lahan para petani, karena petani sendiri sudah putus asa untuk menggarap lahan mereka. Para tuan tanah itu memilih menjual tanah mereka untuk membuat usaha baru.

Maka masa depan para petani akan terancam oleh industrialisasi yang menyerang dari segala lini. Pemerintah yang akan menentukan keberpihakannya kepada siapa.


Cawang, 1 Mei 2015