Naik Kereta Horor
by Unknown
Inilah kereta horor sedunia, membayar tiket seharga Rp 35.000,- hanya mendapatkan hak tempat satu pijakan kaki saja. Itupun di depan toilet , sungguh mengenaskan. Bau rokok, keringat, yang beradu dengan bau parfum murahan sungguh menonjok hidung. Belum lagi bising yang nyata lokomotif dan gesekan roda kereta dengan rel, menambah suasana semakin horor.
Berhenti di stasiun Wates, Yogyakarta. Seorang ibu naik dengan dua anaknya, yang masih kecil berumur sekitar satu tahun dalam gendongan, anak yang besar berumur sekitar lima tahun di gandengnya. Tanpa mengeluh, mengesah, ibu itu menerobos desakan penumpang, wajahnya tenang, hanya menerobos saja. Sampai di dalam kereta tanpa meminta ada seorang penumpang yang langsung memberinya tempat duduk, duduklah ia dan anak-anaknya. Bukankah selalu seperti itu? Secara tidak sadar, kita selama ini sudah menolak kesetaraan gender, pernyataan bahwa perempuan dan laki-laki itu memiliki hak yang sama adalah omong kosong, itu adalah pandangan barat yang memang tidak sesuai dengan budaya timur khususnya negeri kita. Yang kita yakini benar adalah wanita harus mendapatkan haknya sebagai wanita, dan laki-laki harus mendapatkan haknya sebagai laki-laki, begitu juga dengan kewajibannya. Persis seperti yang diperjuangkan Kartini kala itu, wanita harus mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan akan tetapi tidak dapat meninggalkan kewajibannya dalam rumah tangga.
Dan kereta bergerak, melaju semakin cepat, meraung-raung tak peduli pada apa-apa yang kami alami di dalam gerbongnya.
Masih tentang ibu tadi, mungkin karena bising kereta dan kesumpekan gerbong yang di dalam nya orang-orang berebut oksigen untuk bernafas, anak yang di dalam gendongan ibu tadi menangis. Keras. Tidak dalam waktu yang lama, karena si ibu langsung mengeluarkan (maaf) tetek, senjata andalannya. (Hehehe) sungguh pemandangan yang sangat indah, eh, No! Bukan indah dalam arti mesum, tapi inilah pemmandangan kasih-sayang, benar-benar tidak bisa ditutupi. Seorang ibu menyalurkan kehidupan pada anaknya.
Jadi teringat, dulu aku menyusu sampai umur 5 tahun. (hehe) Bayangkan lima tahun! Biasanya bayi menyusu hanya sampai umur 2 tahun. Ketika di TK (Taman Kanak-kanak), ibuku selalu menunggu di luar, dan ketika istirahat di saat teman-teman bermain lompat tali, perang-perangan ataupun ayunan. Tau yang ku lakukan? MENYUSU! Hahaha, dan pada suatu hari Seorang ibu guru, Beranama Bu Tri, memergoki aksiku tersebut. Alhasil setelah itu aku berhenti menyusu karena malu. Hehehe.
Masih tentang menyusu, (semoga tidak bosan). Jadi ingat kata-kata Guru Bangsa kita, almarhum Gus Dur. Beliau mengatakan bahwa Al-Quran adalah kitab suci paling porno karena menganjurkan wanita untuk menyusui anaknya. Tak elak, pada waktu itu reaksi dari sebagian besar umat islam marah. Inikah umat yang katanya “terbaik” yang telah diciptakan Allah, mudah marah dan emosional? Padahal, kata-kata itu adalah ungkapan Gus Dur yang pada waktu itu menolak diberlakukannya RUU Pornografi, karena dengan RUU itu seorang ibu yang sedang menyusui di tempat umum dapat terjerat UU tersebut.
Kembali ke dalam kereta. Hari sudah gelap, mentari sudah pulang di balik gunung, di peraduannya. Kereta menderu menembus kabut suram, bising tapi sekaligus sunyi tak ada percakapan, orang-orang tenggelam dalam pikirnya masing-masing. Begitu juga aku. Tak peduli pada bising, bau dan dingin yang menyergap lewat pintu yang terbuka.
Tanpa ragu kereta melaju menembus gelap,
yang kaku,
dan seribu pesan gaib ku kirimkan padamu kekasih
lewat udara malam yang dingin,
esok aku sampai padamu.
Melewati sawah, ladang, bukit, hutan-hutan, akhirnya kereta tiba di Stasiun Cirebon sekitar pukul 12.00 tengah malam. Di stasiun ini banyak penumpang yang ingin naik, tetapi sudah tak ada lagi ruang bahkan untuk jongkok. Pedagang asongan, menyerbu gerbong menerobos melangkah kerumunan desak-desakan namun lincah. “Mijon mijon mijon, tahu, akua, kopi kopi, nasi...” suasana semakin riuh saja.
Kereta berangkat lagi 15 menit kemudian, semakin berat geraknya menembus malam yang dingin. Gerbong semakin sunyi hanya deru lokomotif dan rel yang bergencatan dengan roda yang membuat suasana berisik. Akhirnya, setelah 8 jam berdiri, dapatlah kesempatan untuk duduk jongkok karena harus bergantian dengan yang lain. Sejenak tertidur.
Entah bagaimana cerita selanjutnya, akhirnya sekitar pukul 04.30 tibalah di Stasiun Jatinegara.
Selamat datang di Jakarta!