Berangkat
by Unknown
Sore itu, dari Bantul sekitar jam empat sore. Kereta ku berangkat pukul 04.45 wib , berapa menit lagi? Ting! Empat puluh lima menit lagi keretaku berangkat. Perjalanan dari bantul ke Setasiun Lempuyangan memakan waktu sekitar 45 menit, hah! Pas!
Ada saudara baik yang mau nganter ke stasiun, karena kalau naik angkutan umum dari Bantul (Jl.Samas) menuju Setasiun Lempuyangan bisa-bisa sampai sudah keesokan harinya. Serius lho, karena mulai jam 3 sore bus dari Pantai Samas menuju Terminal Yogyakarta sudah ngga bisa ditemui lagi. Maklum, jaman sekarang –duaribusebelas- gitu loh siapa sih yang mau naik bis? Cuma ibu-ibu yang mau ke pasar. Hampir setiap rumah tangga memiliki sepeda motor, oh ingat! sepeda motor bukan barang mewah lagi sekarang. Coba saja ke dealer sepeda motor terdekat dengan membawa uang cepek pulang udah bisa bawa pulang sepeda motor, anyir grisss!
Hmm kita kan bangsa konsumtif di saat negeri lain berlomba-lomba mengembangkan teknologi, sebaliknya kita malah berlomba-lomba ingin memilikinya. Kendaraan pribadi menunjukkan status ekonomi dan sosial di masyarakat. Masih teringat dulu waktu SMP, teman-temanku selalu mengait-ngaitkan orang dengan merk sepeda motornya. Contohnya, si A yang pake motor B ya? Si C yang pake motor D, dan seterusnya. Apalagi kalau udah nyangkut soal cewek, behhh jangan coba-coba deketin cewek kalau ngga punya motor! (Nasihat untuk diri sendiri waktu itu, hahaha)
Balik lagi ke Jalan Samas.
Gila! Saudaraku ini, yang tau kalau keretaku berangakat pukul 04.45, ngebut booo... Dengan motor bebeknya, aku diajak melaju dengan kecepatan di atas 80km/jam. Brrr... ngeri banget, aku paling takut kalau diboncengin motor ngebut. Membayangkan kecelakaan-kecelakaan lalu lintas, 30.000 nyawa tiap taunnya melayang di jalan raya, sia-sia.
Lepas dari Jl.Samas ke Jl. Bantul, pojok beteng kulon belok ke kanan tancap lurus sampai pojok beteng kulon belok kiri. Oh my God! Ini kawasan macet. Ya sepanjang Jl.Mataram sore itu padat, dan memang selalu padat apalagi musim liburan. Lolos dari kepadatan, belok ke kanan di pertigaan Hotel Melia Purosani (salah satu hotel bintang lima di Jogja, selain Hotel Phoenik, Hotel Syhajid, Hotel, Hotel). Lewat jalan-jalan protokol akhirnya terciumlah bau stasiun lempuyangan, macet di depan stasiun. Lihat jam sudah pukul 05.40, lima menit lagi! Dari luar sudah terdengar klakson kereta api, seperti raungan gajah hutan. Tanpa pikir panjang, langsung turun dari sepeda motor, pamitan, ucap matur nuwun tak lupa, menerobos macet setengah berlari tiba lah di lobi stasiun padat dengan orang-orang yang hendak pergi. Ada yang pakai pakaian rapi, semrawut, santai sampai ada yang bercadar lho. Ya ya selamat datang di Stasiun Lempuyangan.
Tidak berhenti sampai di situ, setelah menerobos pintu masuk, keretaku ternyata ada di jalur 5. Bah! Pemandangan tidak mengenakkan. Ternyata kereta sudah penuh, sesak, oh bahkan sudah tidak layak lagi dinaiki. Tapi apa boleh buat? Ku ucapkan selamat datang di kereta ekonomi Progo jurusan Pasar Senen Jakarta.
Benar-benar sudah tak ada lagi sisa tempat untuk duduk, bahkan kamar mandi pun sudah dipakai untuk duduk (boleh percaya boleh tidak). Ya sudah lah, daripada ngga sampai Jakarta, akhirnya berdiri di dekat pintu persis depan toilet.
Penumpang pun tak habis-habisnya datang dan kereta semakin berjejal, sepertinya ini bakal menjadi perjalanan yang seru, pikirku. Mesin kereta mulai menyala, klakson dibunyikan meraung bagai gajah hutan semua penumpang telah bersiap di sampingku ada seorang rapper dan anak punk yang bergelantungan di pintu. Kereta mulai menderu berat, merangkak pelan-pelan meninggalkan stasiun Lempuyangan. Seiring senja, matahari yang mulai tenggelam.