Filosofi Gunungan Wayang
by Unknown
Gunungan. Disebut begitu karena bentuknya yang menyerupai gunung, yang arahnya meruncing ke atas. Bagi penikmat wayang, atau minimal orang yang memperhatikan wayang pastilah tidak asing dengan gunungan. Gunungan haruslah ada pada setiap pagelaran wayang mengingat mempunyai banyak fungsi di antaranya adalah membuka dan menutup pagelaran wayang, menyampaikan pergantian latar, jika diperlukan juga bisa menjadi gunung, ombak, angin dan lain-lain sesuai kreatifitas dhalang.
Namun gunungan tidak sekedar penting dalam setiap pagelaran wayang, tetapi juga mempunyai filosofi yang mendalam dan kompleks.
Gunungan berisikan gambar pohon lebat bercabang delapan, yang menjadi hunian macan, banteng, monyet serta burung. Untuk masuk pohon itu harus melewati gapura yang dijaga oleh dua raksasa yang membawa perisai dan gadha bernama Cingkoro Bolo dan Bolo Upoto.
Pohon kehidupan melambangkan sangkar paraning dumadi , pohon kelanggengan dan keabadian. Itulah puncak dari kehidupan, salng melingkar antara mula dan akhir.
Yang menarik adalah hewan-hewan yang ada di dalam gunungan. Masing hewan itu sebenarnya melambangkan nafsu-nafsu manusia. Sedulur papat-Lima pancer adalah konsep filosofi adhiluhung yang sudah dipercayai oleh masyarakat Jawa. Sedulur papat tersebut selanjutnya menjelma lambang binatang yang menggambarkan empat nafsu atau keinginan manusia.
Yang menarik adalah hewan-hewan yang ada di dalam gunungan. Masing hewan itu sebenarnya melambangkan nafsu-nafsu manusia. Sedulur papat-Lima pancer adalah konsep filosofi adhiluhung yang sudah dipercayai oleh masyarakat Jawa. Sedulur papat tersebut selanjutnya menjelma lambang binatang yang menggambarkan empat nafsu atau keinginan manusia.
Harimau, melambangkan nafsu amarah. Seramah apapun seseorang (bahkan nabi) pasti memlikiki sifat amarah seperti harimau, karena ini sudah kodrati menjadi fitrah manusia.
Banteng, melambangkan nafsu sufiyah. Yaitu keinginan manusia untuk bersyahwat, setiap manusia pasti memiliki nafsu syahwat.
Kera, melambangkan nafsu lawwamah, selanjutnya orang Jawa menyebutnya Aluamah. Yaitu nafsu manusia untuk memiliki, atau keserakahan.
Burung, melambangkan nafsu Mutmainah. Nafsu yang mengajak manusia pada kebaikan, pada kesempurnaan akhlak.
Banteng, melambangkan nafsu sufiyah. Yaitu keinginan manusia untuk bersyahwat, setiap manusia pasti memiliki nafsu syahwat.
Kera, melambangkan nafsu lawwamah, selanjutnya orang Jawa menyebutnya Aluamah. Yaitu nafsu manusia untuk memiliki, atau keserakahan.
Burung, melambangkan nafsu Mutmainah. Nafsu yang mengajak manusia pada kebaikan, pada kesempurnaan akhlak.
Seperti itulah penggambaran kecil filosofi dalam gunungan. Gunungan adalah miniatur alam kehidupan yang seimbang. Di mana di sana ada harimau, banteng, kera dan burung teduh menghuni sebuah pohon besar dengan dijaga dua raksasa. @anangdianto